Sebuah Catatan (Part 3) : Siapa Yang Memerlukan Surveyor Berlisensi dan Mengapa Diperlukan?

Pagi ini saya akan melanjutkan tulisan Pak Rizal Anshari yang disampaikan beliau sebelum Adzan subuh berkumandang. Terima kasih Bapak, semoga selalu sehat dan tetap semangat, berikut tulisannya:

Siapa yang memerlukan surveyor berlisensi dan mengapa diperlukan ? Itu lah pertanyaan yang merupakan dasar untuk mengatur surveyor berlisensi di Indonesia.

Setiap pembangunan memerlukan tanah bahkan pembangunan moral etika akhlak pun memerlukan tanah, minimal untuk pembangunan sarana ibadah seperti madrasah , pesantren, masjid , gereja dan sebagainya. Pembangunan diatas tanah memerlukan informasi permukaan bumi baik informasi elemen geografi seperti jalan sungai contour maupun penguasaan tanah. Oleh karena pelaku pembangunan baik pemerintah maupun swasta memerlukan informasi permukaan bumi yang diperlukan. Para pelaku ada yang mempunyai surveyor sendiri tetapi ada juga yang memerlukan surveyor dari luar. Penetapan surveyor yang diperlukan diharapkan dapat memenuhi kriteria yang diharapkan sehingga hasil yang diharapkan sesuai dengan yang diinginkan. Untuk mencapai hasil yang diharapkan surveyor yang digunakan harus mempunyai keahlian dan keterampilan yang diperlukan.

Kalau pelaku pembangunan dilakukan oleh swasta mereka dapat menetapkan sendiri kriteria surveyor yang diperlukan. Kalau pembangunan dilakukan oleh pemerintah yang mana anggaran untuk pembangunan tersebut berasal dari masyarakat, diperlukan pembakuan persyaratan keahlian dan ketrampilan yang dipunyai surveyor untuk melakukan pekerjaan tersebut. Tidak semua Instansi pemerintah mampu untuk menetapkan kriteria yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan yang mereka kerjakan. Untuk mengatasi tersebut Pemerintah bisa membentuk suatu badan yang bertugas untuk menetapkan surveyor yang memenuhi syarat untuk menyajikan informasi permukaan bumi baik tekstual atau peta berbentuk konvensional maupun digital.

Dengan adanya badan yang menetapkan persyaratan surveyor dan badan ini yang mengeluarkan sertifikat atau lisensi terhadap surveyor, diharapkan dapat meningkatkan kualitas pengukuran dan pemetaan. Umumnya pengukuran yang umumnya dilaksanakan di Indonesia yaitu pengukuran kadastral, pengukuran rekayasa sipil, pengukuran geodesi, pengukuran hidrografi, pengukuran topografi dan pengukuran rupa bumi. Pengukuran topografi dan hidoragrafi dikerjakan sendiri oleh instansi militer. Badan ini hanya mengeluarkan lisensi untuk surveyor yang mengerjakan pekerjaan instansi sipil, sedangkan untuk lisensi yang dikeluarkan untuk pekerjaan kadaster adalah yang berkaitan dengan pengukuran kerangka dasar kadastral nasional dan lokal. Karena ada pekerjaan pengukuran kadaster yang terkait dengan batas batas hak atas tanah harus ditetapkan dengan undang-undang tidak bisa di tetapkan pemerintah. Siapakah anggota anggota badan yang menetapkan surveyor berlisensi. Yang menjadi anggota badan tersebut adalah Instansi yang memberikan pekerjaan dan organisasi surveyor. Sedangkan ketua badan seyogyanya Ketua BIG dan ditambah sekretaris badan bukan anggota dari BIG. Anggaran operasional Badan berasal dari pemerintah dan dialokasikan pada anggaran BIG. Untuk surveyor yang bekerja untuk kadaster apabila akan mengerjakan pekerjaan yang berkaitan dengan batas tanah hak, harus mendapatkan lisensi lagi dari BPN ( mengenai ini akan saya uraikan kemudian) ketentuan yang membentuk badan dan ruang lingkup kerjanya , karena lintas instansi harus dilakukan dengan Peraturan Pemerintah. BIG dapat berinisiatif untuk membuat draft PP tersebut untuk diajukan ke Pemerintah.

Khusus untuk pekerjaan kadaster , lisensi ini hanya berlaku untuk pekerjaan pengukuran dan pembuatan kerangka dasar kadastral nasional dan peta dasar pendaftaran ( peta pengukuran batas fisik bidang tanah dan lingkungan nya tetapi belum mempunyai kekuatan hukum.

Dalam uraian saya sebelumnya , dikatakan khusus untuk pekerjaan kadaster surveyor berlisensi ini hanya berlaku untuk pekerjaan pembuatan kerangka dasar kadastral dan peta dasar pendaftaran, kenapa demikian? Kita harus mengetahui ketentuan yang diatur dalam UUPA PP 24 tahun 97 dan PMNA/ KBPN no 3 tahun 97.

Lisensi dapat kita bedakan 2 macam, pertama lisensi yang diberikan berdasarkan keahlian dan keterampilan dalam bidang pengukuran dan pemetaan. Kedua lisensi yang diberikan oleh Negara untuk menetapkan batas batas tanah hak Masyarakat dan negara serta pengukuran dan pemetaan batas batas tanah hak masyarakat dan Negara. BPN memerlukan kedua lisensi itu sedangkan Instansi diluar BPN membutuhkan lisensi karena keahlian di bidang pengukuran dan pemetaan.

Untuk mendapatkan lisensi yang kedua sebagai surveyor yang mempunyai kewenangan menetapkan batas batas masyarakat dan mengukur batas batas tersebut diperlukan lisensi dari negara. Untuk mendapatkan  lisensi dari negara diperlukan Undang Undang yang memberikan lisensi kepada surveyor. Pada saat ini yang mendapatkan lisensi dari negara untuk menetapkan batas batas hak atas tanah masyarakat dan pengukuran nya adalah pemerintah yang diatur dalam pasal 19 UU no 5 tahun 1960 yang juga disebut sebagai Undang Undang Pokok Agraria ( UUPA).

Pasal 19 ayat (1) mengatakan untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran diseluruh wilayah Republik Indonesia by menurut ketentuan ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Ayat (2) nya mengatakan:

Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 pasal ini meliputi pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah. Selanjutnya ketentuan pendaftaran tanah diatur dalam PP no. 24 tahun 97. Dalam pasal 14 PP 24 yang dimaksud dengan pengukuran dan pemetaan meliputi :     

a. Pembuatan peta dasar pendaftaran.       

b. Penetapan batas bidang bidang tanah ;.                        

c. Pengukuran dan pemetaan bidang bidang tanah dan pembuatan peta pendaftaran.               

d. Pembuatan daftar tanah.                

e. Pembuatan surat ukur.

Dari kegiatan pengukuran dan pemetaan sebagai dimaksud dalam pasal 14 diatas, kegiatan b dan c berkaitan dengan hak hak atas tanah masyarakat, sehingga surveyor yang mengukur jenis pengukuran tersebut harus mendapat lisensi dari negara.

Tahun 90 an di BPN, pekerjaan di BPN memerlukan banyak surveyor, sedangkan surveyor yang ada di BPN. Untuk mengatasi kekurangan surveyor dibuka kemungkinan untuk melibatkan swasta untuk pengukuran dan pemetaan Kadaster yang tercantum dalam pasal 45 PMNA/KBPN no.3 tahun 97. Tetapi pertanggung jawaban pengukuran dan pemetaan tetap berada di BPN. Sehingga peta pendaftaran ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah sporadik dan Ketua Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah sistematik.

Selanjutnya dalam pasal 45  ayat (2) persyaratan surveyor swasta  untuk pengukuran kadaster ditetapkan oleh Menteri. Pasal 45 PMNA/ KBPN no 3 tahun 97 merupakan cikal bakal lahirnya Surveyor kadaster di Indonesia.

Dikemudian hari perlu dipikirkan surveyor kadaster ini berfungsi seperti Notaris, yang mana surveyor kadaster bisa membuat peta kadaster yang berkekuatan hukum. Untuk itu perlu disiapkan rancangan undang undang pemberian lisensi oleh Negara kepada surveyor swasta.  RUU bisa berdiri sendiri atau dimasukkan dalam pasal pasal yang berkaitan dengan pendaftaran tanah dalam UU Pertanahan yang saya dengar mau dibuat. Dalam isi tentang surveyor kadaster perlu di buat lebih rinci misalnya mengenai pertanggungjawaban kalau ada kesalahan , mengenai sistem pembiayaan dll.

Tags :

Artikel

Share :

LOEDI RATRIANTO
Peta Wilayah Kerja KJSB Seluruh Indonesia
Pendaftaran Surveyor Berlisensi
SCAN NOW