Sebuah Catatan (Part 2) : GEODET di Badan Pertanahan Nasional RI

Kali ini saya akan melanjutkan tulisan Pak Rizal Anshari di sebuah Group Whatsapp yang mengisahkan pengalaman beliau sebagai seorang Geodet (Ahli Geodesi) yang bekerja di Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Saya tuliskan kembali di sini untuk mengingat semangat Pak Rizal Anshari dalam memperjuangkan profesi ini. Berikut tulisannya.

‘Sebagai geodet yang bekerja di BPN,  tentunya menginginkan agar profesi geodesi menjadi profesi yang terhormat di BPN. Jangan sampai ada yang berpikiran mudahlah itu mengukur kadaster cukup pakai tali rafia ukur sisi batas tanah plot ke formulir surat ukur terbitkan sertipikat, gak diperlukan sarjana geodesi di BPN’. 

‘Untuk mewujudkan keinginan saya itu posisi saya harus bisa langsung berkomunikasi dengan pimpinan tertinggi di BPN. Kesempatan itu terbuka ketika saya diangkat menjadi direktur pengukuran dan pemetaan tahun 1992. Atasan saya waktu itu adalah alm. Ir. Supranowo (GD 51 ITB). Beliau orang yang berwawasan luas dan memberi izin untuk berkomunikasi langsung dengan Kepala BPN waktu itu dijabat Dipl. Ing (Ir) Soni Harsono. Ada 3 langkah strategis  yang akan saya tempuh agar posisi geodet kuat dan menjadi profesi yang terhormat dan disegani’. 

‘Langkah pertama yang harus diambil adalah perubahan peraturan pendaftaran tanah. Kebetulan waktu itu ada tim Bank Dunia yang menawarkan bantuan kepada Indonesia untuk mempercepat pensertipikatan tanah di Indonesia. Thailand pada waktu itu sedang gencar gencarnya melakukan pensertipikatan tanah massal. Pak Supranowo menugaskan saya ke Thailand untuk mempelajari sistem di Thailand. Saya berangkat ke Thailand sendirian untuk mempelajari apa yang dikerjakan di Thailand. Kesimpulannya PP 10 tahun 1961 harus di sempurnakan. Mulai tahun 1993 di mulai penyusunan PP baru yang akhirnya lahir PP 24 tahun 1997 dan peraturan pelaksanaan nya PMNA/ KBPN No. 3 Tahun 1997. Ketentuan yang diatur mengenai pengukuran disesuaikan dengan kaidah- kaidah pengukuran mulai dari pembangunan kerangka dasar kadastral nasional sampai dengan pengukuran persil Persil tanah, kalau ketentuan ini dilaksanakan dengan benar Insya Allah peta pendaftaran tanah yang dihasilkan minimal dapat mencegah duplikasi sertipikat dan memudahkan rekonstruksi pengembalian batas kalau terjadi sengketa batas. Sebenarnya keinginan saya untuk penyempurnaan pengukuran dan pemetaan di BPN tidak cukup sampai selesai nya PP 24 Tahun 1997 dan PMNA tahun 1997, tetapi saya mempunyai keinginan membuat manual pengukuran dari pengukuran kerangka dasar kadastral nasional sampai dengan pengukuran Persil’. 

‘Sayangnya keinginan tersebut belum terwujud. Tahun 1997 saya dipanggil pak Soni Harsono dan beliau bertanya kepada saya apakah mau menjadi kakanwil BPN provinsi yang merupakan jabatan yang diimpikan kebanyakan pegawai BPN. Saya menjawab tidak mau karena saya belum selesai mewujudkan cita cita saya sebagai direktur. Tetapi pak Soni mempunyai rencana lain mengenai saya. Saya tetap ditugaskan sebagai kakanwil BPN DKI Jakarta. Tanggal 18 Agustus 1997 saya dilantik sebagai kakanwil DKI Jakarta oleh Gubernur DKI pada waktu itu Letjen. Suryadi Sudirdja. Sebenarnya alm. Djoko Walijatun ditawarkan untuk menjadi Kakanwil BPN Jawa Tengah tapi beliau keras menolak dan pak Djoko menceritakan kepada saya alasan penolakan beliau yang alasan itu tidak bisa saya ceritakan kepada orang lain. Pak Soni bertanya kepada saya kenapa pak Djoko menolak untuk menjadi kakanwil Jawa Tengah, jawaban saya waktu itu beliau adalah pendidik mungkin beliau ingin menjadi pendidik. Akhirnya beliau ditugaskan menjadi dosen STPN. Posisi saya sebagai Direktur Pengukuran dan pemetaan digantikan oleh pak Kurdinanto Sarah gd 70 ITB dan posisi pak Djoko Walijatun sebagai Direktur Pendaftaran hak atas tanah digantikan pak Ismuhadi gd 59 UGM. Langkah strategis kedua yang akan saya upayakan adalah penyempurnaan organisasi BPN’.

‘Membuat manual pengukuran kadastral  bukanlah hal yang mudah, karena membutuhkan ahli geodetic surveying, cadastral surveyinng , hitung perataan , propet, hit. Geodesi, Photogrammetry, remote sensing , digital processing  dan kartografi. BPN perlu kerja sama dengan para ahli tsb. Tetapi alhamdulillah kalau sekarang BPN sudah membuat manual  tsb. sebagai pedoman kerja pengukuran dan pemetaan Kadaster’.

‘Pak Soni Harsono paling lama jadi pimpinan BPN dari tahun 1988 sd 1998. Alhamdulillah selama saya bekerja di BPN saya  langsung dibawah geodet pak Supranowo pak Sutarja dan pak Tranggono merupakan pimpinan yang patut saya jadi kan teladan , beliau bertiga mempunyai integritas yang tinggi dalam bekerja dan mereka selalu bekerja sesuai aturan. Pak Supranowo dan pak Sutarja usia pensiun mereka diperpanjang. Pak Supranowo pensiun umur 62 tahun, pak Sutardja pensiun umur 64 tahun. Yang saya ketahui hanya 4 orang pegawai BPN yang diperpanjang usia pensiunnya, 2 orang lagi yaitu pak Tranggono dan pak I Sugiarto SH mantan Deputi Hak hak atas tanah. ‘

Tags :

Artikel

Share :

LOEDI RATRIANTO
Peta Wilayah Kerja KJSB Seluruh Indonesia
Pendaftaran Surveyor Berlisensi
SCAN NOW