Mau Kemana Surveyor Berlisensi?

Dalam waktu dekat ini akan dilakukan perubahan, perbaikan atau revisi terhadap Peraturan Menteri Agraria Tata Ruang/ Kepala BPN No. 33 Tahun 2016 dan No. 11 Tahun 2017 tentang Surveyor Berlisensi untuk memperbaiki profesi dan hubungan kerja antara Suveyor Berlisensi dengan Kementrian Agraria Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional juga hubungan kerja Surveyor Berlisensi dengan Kementrian/ Lembaga lain dan masyarakat.

Mengapa ini harus diperbaiki? Dalam peraturan sebelumnya  tidak mengatur tentang hubungan-hubungan kerja tersebut, masih cenderung untuk kepentingan PTSL saja. Padahal PTSL tidak lama lagi juga akan berakhir, lalu bagaimana keberlangsungan Surveyor Berlisensi dan Kantor Jasa Surveyor Kadaster Berlisensi yang pada akhir tahun 2019 yang lalu telah mencapai jumlah 175 KJSKB. (Penyebaran KJSKB berdasarkan Wilayah Kerja dapat dilihat di https://www.google.com/maps/d/u/0/edit?mid=1IhRWCJZ5YbPGI354TYeNlasyWcyUOi5X&ll=-5.80699048935809%2C108.49541831993858&z=8)

Dalam Vidcon yang dilaksanakan oleh Ikatan Surveyor Indonesia bertema Surveyor Bertahan di Masa Pandemik Covid pada tanggal 19 Mei 2020, Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/ BPN menyatakan akan mendorong  swasta untuk mendapatkan pekerjaan pengukuran dan pemetaan kadastral dengan porsi lebih besar dibandingkan dari ASN BPN sendiri.  

Dengan tidak diaturnya hubungan kerja secara detail, memungkinkan Surveyor Kadaster Berlisensi (SKB)  mengerjakan pekerjaan kantor pertanahan yang dapat mengarah kepada kegiatan joki atau penugasan dibawah tangan. Hal ini mengakibatkan secara tidak langsung KJSKB akan bersaing dengan SKB perseorangan atau ASN BPN yg mengancam keberlangsungan KJSKB. Menurut Pak Nurhidayat Agam (Kasubdit Pemetaan Kadastral) Posisi SKB dan pegawai di kantor harus jelas sesuai peraturan, jika dia sebagai SKB maka dia tidak di kantor, jika dia pegawai maka bukan SKB. Tidak ada profesi yang tidak ada asosiasi profesi, semua pelaku di profesi tersebut wajib masuk dalam asosiasi profesi Standar atau level pekerjaan yang dapat dikerjakan oleh KJSKB atau syarat-syarat mendapat pekerjaan yang harus diatur, harus ada kode etik seperti halnya profesi lain, lanjut Pak Agam.

Seharusnya jika SKB ingin dijadikan profesi, maka harus mengikuti aturan main keprofesian. Yaitu yang pertama dalam melaksanakan kegiatan keprofesiannya, seorang profesional berkewajiban menjadi anggota asosisasi profesi. Hal ini justru dihapus di No. 11 Tahun 2017 tentang Surveyor Berlisensi. Apabila SKB tidak bergabung ke asosiasi profesi bagaimana mungkin bisa berkembang dan meningkatkan kompetensinya. Semua SKB harus masuk ke asosiasi profesi sehingga memudahkan dalam pembinaan dan evaluasi serta pelaksanaan terhadap kode etik profesi yang pada akhirnya profesi ini dapat berkembang dengan baik serta sesuai dengan standar yang sudah diatur di SKKNI Bidang Kadastral.


Semoga saja perbaikan terhadap Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala BPN ini akan membawa profesi Surveyor Kadaster Berlisensi menjadi semakin baik dan memberikan harapan bagi kantor-kantor jasa surveyor kadaster berlisensi yang telah tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia, paling tidak setara dengan teman-teman yang telah lebih dahulu maju di negara-negara lain.

Tags :

Artikel

Share :

LOEDI RATRIANTO
Peta Wilayah Kerja KJSB Seluruh Indonesia
Pendaftaran Surveyor Berlisensi
SCAN NOW